​Lee Jinki

Kim Gweboon

Kandungan Gweboon semakin membesar seiring berjalannya waktu. Kali ini mereka baru saja pulang memeriksakan diri dari dokter. Sudah 12 minggu. Gweboon sengaja memeriksakan diri saat Jinki libur dari pekerjaannya. Karena Gweboon yakin suaminya itu pasti akan lebih aktif bertanya pada dokter dibanding Gweboon.

Setelah menaiki taksi selama setengah jam akhirnya mereka sampai juga di apartement minimalisnya. Gweboon segera melepaskan sepatu yang terasa sesak akibat badannya yang sekarang menggemuk.

“Uh…akhirnya sampai juga.”

“Cuci kaki Gwe…jangan jorok.”

Gweboon hanya mengerucutkan bibirnya. Ya…di apartement dia harus ingat punya dokter Lee Jinki.

“Pegal?” Tanya Jinki saat melihat sekeluarnya dari kamar mandi istrinya itu memijit kecil betisnya.

“Sedikit…”

Jinki segera mengambil posisi disamping Gweboon , membawa betisnya ke pangkuan Jinki dan menggantikan Gweboon memijit kakinya.

“Makanya…jangan diam saja di Apartement , sekali – kali pergilah ke taman untuk berjalan – jalan. Jadi kalau kau diajak keluar kakimu tidak akan kaget.”

Ya…Gweboon akui dia memang jarang pergi keluar. Paling dia hanya ke apartement Jiyeon. Tapi sekarang malah sering Jiyeon yang mengunjunginya.

“Uhm…Jinki berat badanku tadi naik 5 kg. Bajuku juga sudah banyak yang sempit.”

Gweboon berusaha memancing Jinki agar suaminya itu membelikan baju lagi untuk Gweboon. Padahal minggu kemarin Jinki sudah membelikan 6 pasang dress untuk ibu hamil.

“Lalu?”

“Aku tadi melihat ini…”

Gweboon menyerahkan ponselnya pada Jinki , menunjukkan sebuah baju untuk ibu hamil yang di jual online oleh salah satu temannya.

“Aku juga melihatnya sekarang.”

And then…Jinki bukan tidak mengerti tentunya. Dia hanya sedang tidak menanggapi keinginan Gweboon yang tentu bukanlah keinginan bayinya. Gweboon itu tak sering mengidam. Hanya saja manjanya memang tidak hilang.

“Belikan…”

“Tidak Gwe…”

“Jinki…kau tidak kasihan pada baby?”

“Aku justru kasihan padanya , makanya aku lebih mementingkan memikirkan untuk masa depan bayi kita. Untuk biaya persalinanmu , tentu aku ingin yang terbaik.”

Jinki pernah bilang jika Gweboon sekarang harus bisa meredam sikap egoisnya. Dia akan jadi seorang ibu dan harus mulai memikirkan masa depan calon anaknya.

“Walau hanya satu?”

Tanya Gweboon lagi. Sejujurnya Gweboon sangat menginginkannya. Apalagi warnanya pink.

“Oke…hanya satu. Belilah…”

“Yeay…Terimakasih Papa Jinki.”

Maka sebuah kecupan Gweboon layangkan dipipi Jinki. Rupanya Jinki tidak tega tak memenuhi keinginan Gweboon yang sedang hamil.

“Hanya dipipi?”

“Ish…katamu kau tak akan cukup hanya dengan ciuman. Aku tidak mau memulai…”

.

.

_ooOoo_

.

.

Gweboon terus menerus berputar didepan cermin. Benar , badannya memang sedikit melar. Payudaranya juga membesar , itu karena ia akan menyusui nanti. Pipinya sedikit berisi , beberapa kali Gweboon bahkan mencolek pipinya sendiri.

“Kenapa?”

Jinki melihat tingkah istrinya saat ia keluar dari kamar mandi. Handuknya ia gosokan pada kepalanya yang masih basah. Gweboon bisa melihat di depan cermin betapa sempurnanya Lee Jinki saat ini. Ia semakin takut dengan perubahan ditubuhnya. Jinki masih terlihat sangat muda , dan sangat tampan.

“Jinki…”

“Hm…kemari! Bantu aku mengeringkan rambut.”

Gweboon menghampiri Jinki setelah suaminya itu mendudukan diri di ranjang dan memberikan Gweboon handuk yang tadi ia pegang.

Jinki bisa berhadapan langsung dengan perut Gweboon yang sedikit menonjol dalam posisi itu. Ia mengecup pelan perut Gweboon dibalik baju tidur Gweboon.

“Jinki…”

“Apa?”

“Aku gemuk ya?”

Jinki terkikik geli mendengar pertanyaan yang sama. Terhitung sudah 3 kali Gweboon bertanya seperti itu saat masa kehamilannya hingga saat ini.

“Yeah…berisi yang sexy sebenarnya.”

“Uh…apanya yang sexy sih kalau gemuk?”

Gweboon menghentikan gerakannya dan saling menatap dengan posisi itu bersama Jinki.

“Gwe…godaan terbesar suami adalah saat istrinya sedang mengandung. Kau tahu? Didepannya ada seorang wanita sexy miliknya tapi dia tak bisa menyentuhnya dengan leluasa. Kalau saja aku tak peduli pada bayi kita , mungkin aku akan melakukannya dengan cepat dan dalam.”

Gweboon berhasil dibuat merona.

Ya..selama masa kehamilannya Jinkj memang selalu melakukannya dengan lembut. Kadang kalau bukan Gweboon yang meminta mungkin suaminya itu tak akan melakukan. Karena dia sangat khawatir Gweboon kelelahan. Tapi kalau Gweboon nya yang memancing? Oh…tapi saat ini Gweboon sudah melewati trismester pertamanya , jadi mungkin Jinki akan sedikit berani sekarang. Tunggu saja Gweboon…

“Jangan mempermasalahkan bagaimana tubuhmu sekarang. Ini semua karena didalam sini ada anakku.”

“Anakku juga…”

“Anak kita…”

Jinki membawa Gweboon kepangkuannya dan mengecup pipinya yang sedikit tembam.

“Aku masih kuat memangkumu meski kau bertambah sexy seperti ini..”

Ujar Jinki meremas pinggang Gweboon seduktif dengan bibir yang ia jilat menggoda. Gweboon memukul kecil dada Jinki.

“Gombal!”

“Haha…sungguh Gwe. Kau sexy kau harus tahu itu. Apa kau bisa merasakannya? Dia bahkan mengeras meski hanya dengan kau duduk tenang di pangkuanku.”

Gweboon tersentak saat ia merasakan apa yang Jinki katakan.

“Mau ya?” Tanya Jinki penuh harap.

“Hu’um”

“Kau diatas…”

.

.

.

“Uhm…”

Gweboon bergerak pelan menaik turunkan tubuhnya. Jinki bersandar diranjang dan sedikit membantu Gweboon menggerakan badannya. Satu tangan Jinki mempermainkan puncak dadanya yang menegang. Jinki bahkan sesekali menggoda dengan lidah kasarnya pelan.

“Uh…”

“Pelan saja Gwe…”

Rupanya disini memang Gweboon yang tak sabaran berbeda dengan Jinki yang bisa mengontrol.

Gweboon menggeleng tak bisa menahan kenikmatannya.

“Enak ya?”

Jinki malah menggoda Gweboon dengan pertanyaannya.

“Aku capek…”

“Baiklah…biarkan aku yang bergerak.”

.

.

_ooOoo_

.

.

Pagi hari Gweboon terbangun dengan tubuh yang sudah berbalutkan baju tidur. Mungkin semalam Jinki yang memakaikannya, Jinki mungkin melakukannya saat Gweboon tertidur. Sebenarnya saat hamil Gweboon jarang melakukan aktivitas ibu rumah tangga karena Jinki melarangnya . Takut beresiko. Sekarang Gweboon rasa kandungannya sudah kuat dan dia sudah bisa melakukan itu. Ia bergegas mandi dan segera masuk ke dapur demi membuatkan sarapan untuk Jinki.

“Baby jangan rewel ya? Ayo bantu Mama membuat sarapan untuk Papa.” Monolognya sambil mengusap perutnya dan juga senyuman manis yang berhasil menawan hati Jinki.

Sekarang ini setelah beberapa bulan menjadi istri Lee Jinki , kemampuan memasaknya sudah sedikit meningkat. Ya…setidaknya ada perubahan dalam kehidupan Gweboon setelah hidup bersama Jinki. Seperti pagi ini , dia tak harus menunggu Jinki bangun dan menyuruhnya untuk segera memasak , Gweboon justru sudah sigap.

“Menurutmu…apa yang ingin Papamu makan?”

Lagi – lagi Gweboon bermonolog seolah bayinya itu bisa mendengar.

“Hm…Ya Papamu itu memang tidak suka makanan berat dipagi hari sebenarnya. Jadi…apa pancake ya? Itu makanan berat bukan ya?”

“Ya…Papa juga suka pancake. Tapi ngomong – ngomong kenapa Mama cantik ku ini kembali bergulat dengan dapur?”

Gweboon menengok ke arah sumber suara. Suaminya yang jantan sejantan singa itu sudah berdiri tepat didekat meja makan. Sudah berpakaian tentu saja.

“Uh…kau membuatku kaget.”

“Benarkah?”

“Aku…sudah lama tak membuatkanmu makanan , baby kan sekarang sudah melewati trismester pertamanya jadi aku ingin beraktifitas seperti biasa.”

“Wah…istriku ini baik sekali. Tapi ingat jangan terlalu lelah. Tetap utamakan kesehatan kau dan baby…”

Gweboon mengangguk.

“Aku akan membuat pancake…kau suka?”

“Jangan terlalu banyak gula ya…madu saja sudah manis ditambah manisnya istriku…kalau aku diabetes bagaimana?”

“Ish…sudah cepat mandi sana. Bau tahu..” Bohongnya pada Jinki. Sebenarnya Jinki malah tercium sangat jantan di hidung Gweboon , hanya saja ia tak kuat jika digoda terus menerus oleh Jinki.

.

.

.

.

_ooOoo_

.

.

.

Memiliki anak adalah impian setiap pasangan yang telah menikah. Gweboon tak menyangka jika ia juga akan mendapatkannya. Tuhan berbaik hati pada dirinya yang masih manja ini mengaruniai seorang anak. Andaikan orang tuanya masih ada , mereka pasti juga akan sangat berbahagia.

Ngomong – ngomong soal orang tua , Gweboon jadi teringat jika dia belum lagi pergi ke pemakaman sekedar mengucapkan do’a disana.

“Baby…Apa kau ingin bertemu Grandma dan Grandpa? Ayo kita kesana.”

.

.

.

Airmatanya menetes diatas tanah yang sudah ditumbuhi rerumputan. Disana tetap rapi meski Gweboon tak sering berkunjung kemari. Ada setangkai bunga diatasnya yang tak Gweboon sangka Jinki lah yang sering datang kemari.

“Pa..Ma …maafkan Gweboon…” Lirihnya dengan airmata yang kini mulai menetes.

“Papa dan Mama jangan khawatir…Gweboon baik – baik saja , Gweboon sudah menikah Pa , Ma. Suami Gweboon Jinki , Papa benar Jinki pria yang baik dan sekarang…Papa dan Mama akan mendapatkan seorang cucu. Hiks…”

Gweboon bermonolog sementara air matanya terus keluar tanpa henti. Sesekali ia mengusapnya.

“Gweboon tak menyesali ini Pa…Gweboon anggap semua ini adalah pembelajar agar Gweboon tidak lagi manja , Jinki bilang Gweboon soalnya manja Pa. Padahal kata Mama , Gweboon gadis yang baik dan menggemaskan. Hihi…hiks…benarkan Ma?

Gweboon rindu Papa dan Mama , suatu saat nanti kita pasti akan bertemu lagi. Semoga Papa dan Mama bahagia disana. Do’akan Gweboon ya…supaya Gweboon jadi istri yang baik dan Ibu yang baik juga. Gweboon sayang Papa dan Mama.”

Diakhir kalimatnya Gweboon menyeka habis air mata dan tersenyum. Ia tak harus lagi bersedih sekarang , karena Tuhan telah menggantikan peran orang tuanya oleh Jinki. Pelindungnya juga anaknya kelak yang akan jadi perisainya.

.

.

.

.

Gweboon sengaja tak langsung menaiki taksi saat pulang dari pemakaman. Dia memilih berjalan sampai beberapa meter agar kakinya tidak kaku. Sambil menikmati suasana siang menuju sore hari. Airmatanya sudah mengering.

Melihat ke sekeliling banyak pepohonan rindang dipinggir jalan. Kadang Gweboon iseng mengambil daun yang batang pohonnya tidak tinggi. Sesekali tangan mungilnya juga mengusap perutnya yang datar. Ia berjalan begitu santai.

Hingga Gweboon dikagetkan oleh ulat bulu yang menggantung di atas pohon.

“Aww…Ulaaaaaat…”

Tanpa melihat sekitarnya , Gweboon berlari sebisa mungkin melupakan satu nyawa yang ada diperutnya. Ia terus berlari sampai sebuah batu berhasil melumpuhkan kakinya. Dan…

“Brukkkkkkkk”

Tubuhnya terhuyung kedepan dan kepalanya menghantam aspal hingga berdarah. Gweboon meringis , mengusap kepalanya.

“Darah…”

Ia masih belum menangis sampai ia dikejutkan oleh darah lain yang mengalir diantara kedua pahanya. Dan saat itu Gweboon bergetar merasakan sakit luar biasa dibagian bawahnya.

“Da…daraaaah…darah…”

Tanpa diperintah kedua matanya mengeluarkan cairan bening sampai kepalanya merasa pusing tak tertahankan.

.

.

.

.

.

.
Lelaki ini sudah tak perduli lagi dengan tumpukan pekerjaan dimeja kerjanya. Yang ada dipikirannya saat ini hanya tentang Gweboon. Sepuluh menit yang lalu seorang perempuan bernama Minhae mengatakan dia tengah mengantarkan Gweboon ke rumah sakit karena Gweboon mengeluarkan darah disela – sela kakinya. Saat itu juga Jinki merasakan darahnya seakan membeku dan jantungnya berhenti. Gweboon sedang mengandung dan pendarahan adalah pertanda buruk. Jinki harap Gweboon bisa diselamatkan , begitupun janin yang ada diperutnya. Jinki mungkin bisa mengikhlaskan jika terjadi sesuatu dengan kandungan Gweboon meski itu sulit. Tapi Gweeboon ? Gadis selembut dirinya tak akan mungkin bisa menerima.

.

.

.

 .

Setelah sampai di rumah sakit , Jinki langsung menuju Unit Gawat Darurat. Keringat dingin menebar diseluruh tubuhnya. Antara lelah dan pikirannya kacau balau. Dokter bilang wanita bernama Minhae barusaja pergi setelah mengurus administrasi. Beruntung ada yang menolong Gweboon ditanah pemakaman sepi.

“Syukurlah…tidak terjadi apa – apa pada bayinya. Tapi Nona Gweboon harus mendapatkan transfusi darah , kami akan segera memindahkan ke ruang perawatan. Semoga lekas sembuh.”

Jinki merasakan kelegaan diantara kepanikannya. Keduanya selamat meski Gweboon membutuhkan banyak darah.

Wajah yang selalu membuat Jinki gemas mendadak pucat dan sayu. Bibirnya tak seperti biasa berwarna kemerahan.

“Maaf Tuan…kami akan segera memindahkan Nona ke ruang perawatan. Ah…ini tas Nona Gweboon.”

Jinki terkesiap dan segera mengucapkan terimakasih pada suster yang akan segera memindahkan Gweboon. Ia juga mengambil tas Gweboon dimana kartu identitas Gweboon juga diserahkan oleh suster tersebut.

.

.

.

  .

Kepalanya pening bukan kepalang. Tenggorokannya juga terasa kering. Ia langsung terkesiap saat merasakan sentuhan halus bersarang didahinya.

“Jinki…”

Matanya menatap sayu Jinki. Ia ingat kenapa ia bisa ada disini.

“Bayiku…”

“Dia baik – baik saja Gwe…dia kuat.”

Jawab Jinki menatap mata Gweboon yang penuh ketakutan.

“A…aku…hiks…maafkan aku…hiks…hiks…”

Tanpa bisa dicegah airmatanya mengalir begitu saja. Tapi tak dipungkiri Gweboon merasa bahagia karena bayinya tidak apa – apa.

“Sttt…ini musibah Gwe , ini takdir. Yang penting kau dan baby baik – baik saja. Hm?”

Gweboon mengangguk.

“Akh..”

Gweboon menjerit tertahan saat tangannya akan memeluk Jinki dan ia merasakan sesuatu berjengit menusuk.

“Da…darah..”

“Hey…tenang itu karena kau kehilangan banyak darah tadi.”

Ujar Jinki sembari menenangkan Gweboon agar kembali berbaring.

“Pulang..aku tidak mau disini!”

Gweboon merengek kepada Jinki. Pada jarum suntik saja dia takut. Lalu kenapa Jinki harus membuatnya tertusuk jarum yang lebih besar dari jarum suntik?

“Kau butuh darah sayang…kau harus kuat demi baby.”

Diantara derai airmatanya, Gweboon mengingat seseorang yang membutuhkan dirinya didalam perutnya kini.

“Sa…sakit.”

“Aku tahu…”

.

.

.

_ooOoo_

.

.

.

“Aku tidak ingin makan…tidak enak. Hambar!”

Jinki harus berusaha tetap sabar saat istrinya itu kembali menolak suapan keduanya. Makanan rumah sakit mana yang akan terasa enak dilidah pasien?

“Lalu kau ingin apa?”

“Pizza…ya…ya…”

“Tidak Gwe…itu bukan makanan sehat.”

“Jinkiii…”

“Makan…atau ku tinggal kerja?”

Oh….Jinki memang pandai mengancam. Lihatlah kucing manis nya itu langsung mau membuka mulut meski ia tak menyukai makanan rumah sakit. Beruntung meski hamil , Gweboon tidak mengidam yang aneh – aneh.

“Jahat!”

Disela – sela kunyahannya Gweboon masih saja mengucapkan kata – kata tentang Jinki.

“Kau mau tinggal lebih lama disini?”

Gweboon menggeleng. Siapa yang mau tinggal lama – lama dirumah sakit? Jinki ada – ada saja.

“Itu sebabnya kau harus makan.”

“Aku juga mau makan. Tapi makan pizza…”

“Ayo…aaaa…”

Jinki cukup lega dengan keadaan Gweboon yang membaik. Dia sudah izin ke kantor selama Gweboon masih dirumah sakit. Beberapa pekerjaannya akan dia selesaikan di rumah saja.

“Kapan pulang?”

“Sekantung darah lagi…maka kau akan pulang.”

“Besok?”

“Tergantung kau jadi anak baik atau tidak.”

“Ish…aku bukan anak – anak.”

“Lihatlah…mana ada orang dewasa yang merengek?”

“Menyebalkan!”

.

.

.

.

.

Jinki bilang Gweboon akan bisa pulang setelah satu kantung darah lagi berhasil masuk le tubuhnya. Dan…ini adalah kantung darah terakhir yang diberikan Suster untuk Gweboon.

Gweboon merengut tidak suka saat dua suster mencuri – curi pandang ke arah Jinki. Memang pesona suaminya itu tidak bisa dipungkiri. Lihatlah wajah merona suster – suster itu.

Gweboon dengan sengaja mengamit lengan Jinki erat. Ingin membuktikan jika laki – laki ini adalah suaminya.

“Terimakasih Suster…”

Ucap Jinki saat sekantung darah baru sudah selesai dipasang dipengait.

“Sama – sama Tuan Lee…kalau begitu kami pamit. Semoga Nona Lee cepat sembuh.”

Padahal dalam hatinya pasti suster – suster itu berharap Gweboon tidak keluar dari rumah sakit agar bisa melihat Jinki setiap hari. Pikir Gweboon.

Setelah kedua suster itu keluar Gweboon segera menyerobot dengan ketidak sukaannya.

“Dasar genit!”

“Apa?”

“Aku ingin pulang. Suster – suster itu genit sekali kepadamu. Kau juga!”

“Ya ampun Gwe…kau ini sensitive sekali sih?”

“Tapi benar kan?”

“Mereka tentu harus bersikap ramah kan?”

“Ck…dasar perayu.”

“Kalau aku bukan perayu , mana mungkin kau jatuh kepelukanku.”

Benar juga apa kata Jinki. Gweboon semakin kesal dibuatnya.

.

.

_ooOoo_

.

.

Selama dirumah sakit , Gweboon tak mendapati Jiyeon menjenguknya begitupun Taeyeon. Jinki bilang Jiyeon sedang di rumah mertuanya karena kehamilannya yang sudah memasuki bulan terakhir. Sementara Taeyeon , hingga detik ini ia masih merasakan morning sickness sehingga tubuhnya lemah. Tapi tak apa ada Jinku yang selalu bersamanya. Terlebih sekarang Gweboon sudah kembali kerumah. Dirawat dirumah sakit meski hanya dua hari itu terasa berbulan – bulan. Membosankan , belum lagi bau obat dimana – mana.

“Jinki…aku ingin nonton tv.”

“Sekarang kau istirahat dulu…kau baru pulang Gwe jangan macam – macam.”

“Ish…nonton tv saja kau sebut macam – macam. Bagaimana jika aku ingin Shopping?”

“Kalau kau punya uang pergilah..”

“Kau bicara begitu karena tahu kan aku tak punya uang…kau benar – benar menye-”

‘Cup’

“Mulutmu…Gweboon.”

Ujar Jinki setelah memberikan kecupan dibibir Gweboon.

“Jangan banyak mengumpat.”

“Habisnya sih…”

“Setelah kau tidur…kau boleh nonton tv.”

“Uh…ya sudah sana aku ingin tidur sendiri.”

“Aku hanya ingin tidur bersama baby…”

Gweboon pun tak bisa berkata – kata lagi ketika tangan Jinki sudah mendarat diperutnya dan mengucapkan kata – kata menenangkan.

“Terimakasih sudah menjadikannya kuat…”

.

.

.

.

Jinki terbangun lebih dulu dan memilih untuk mandi. Setelah selesai dengan acara mandinya , Jinki segera membuka laptop dan mengecek email. Pekerjaannya sudah dikirimkan lewat email. Meski Jinki sebenarnya kurang istirahat selama Gweboon sakit , tapi pekerjaannya juga tanggung jawabnya. Beruntung dia mengenal Hyorin , sehingga tidak dipersulit ketika mengajukan cuti.

Jinki membuat kopi agar matanya tetap fokus.

Sesekali ia menyeruputnya sambil matanya tetap tertuju pada apa yang sedang ia kerjakan.

“Gwe…”

Jinki terkesiap saat Gweboon sudah berdiri disisinya. Istrinya itu merengut hendak menangis.

“Jinki…maafkan aku.”

“Kenapa?”

“Karena aku ceroboh aku jadi masuk rumah sakit dan…kau jadi harus bekerja keras menyelesaikan pekerjaan yang tertinggal.”

Jinki menepuk pahanya. Mengisyaratkan Gweboon agar duduk disana tapi Gweboon menggeleng.

“Nanti berat…”

Akhirnya Jinki menarik Gweboon.

“Dengar…aku tidak apa – apa selama yang kujaga adalah dirimu. Aku bahkan sudah tak memikirkan pekerjaan saat mendengar kau masuk rumah sakit…”

“Sepertinya…aku…sering membuatmu khawatir.”

“Bukan Gweboon namanya jika tak membuat Lee Jinki khawatir…”

“Maafkan aku…”

“Ah…aku suka sekali kucing yang menurut seperti ini.”

“Uh…”

“Cium aku sebagai permintaan maafnya.”

“Nanti keterusan…”

“Memangnya aku tega lebih dari sekedar ciuman? Suami macam-”

‘Cup’

“Sudah diam…”

“Lanjutkan!”

Gweboon kembali memagut bibir Jinki. Tak dapat dipungkiri diapun sama merindukan Jinki. Ciuman mereka begitu menggebu sampai saliva menyebar kemana – mana. Apalagi Jinki yang terus mengajak Gweboon bertarung lidah. Si kucing pada akhirnya akan selalu kalah.

“Ungh…”

Jinki melepaskan ciumannya dan beralih mengecup kening Gweboon.

“Cha sekarang kau mandilah…”

“Ung…”

Gweboon mengangguk dengan pipi yang merona setelah mendapatkan ciuman rindu.

“Ingin aku mandikan?”

“Ti..tidak.”

Jinki terkekeh melihat wajah ketakutan Gweboon. Istrinya itu pasti berpikiran jika Jinki akan melakukannya dikamar mandi.

.

.

.

.

“Kau pergi keluar?”

“Saat kau mandi aku membeli sup iga…ini hangat dan kau pasti suka.”

Gweboon menyantap hidangan yang Jinki beli diluar. Tenang saja , Jinki pasti akan memilih tempat terbaik meski itu ia beli diluar.

“Jinki…”

“Apa?”

“Aku mau lagi…”

Salahkan Jinki yang hanya membeli 2 porsi padahal saat ini Gweboon sedang mengandung anaknya yang juga butuh asupan. Tapi…tak biasanya Gweboon makan sebanyak ini. Kemarin dia setidaknya masih makan sesuai porsinya. Jinki sih tidak masalah…hanya saja tolong ingatkan Jinki tentang porsi makan Gweboon yang akan meningkat.

“Akan aku belikan-”

“Ani…aku ingin bekas makananmu.”

Jinki pun memberikan mangkuknya pada Gweboon.

” Jinki sendoknya juga. Aku ingin bekas mulutmu.”

Dengan wajah penuh keheranan Jinki memberikannya pada Gweboon. Kata terakhir yang Jinki cerna adalah…”aku ingin bekas mulutmu.”

.

.
TBC