​Lee Jinki

Kim Kibum
.

.

.

.

.

.

.

.
Kibum! Kau di mana? Aku sudah sampai di

sekolah. Ini hari pertama kita di kelas yang

baru. Kau tidak mau terlambat, kan?

From: Kyungie^^

.

Kibum tersenyum menatap pesan yang baru

saja masuk di ponsel layar sentuhnya. Tanpa

membalas pesan itu, ia menoleh ke luar

jendela. Sekolahnya hanya tinggal beberapa

meter lagi saja. Dan dari tempat duduknya,

Kibun bisa melihat seseorang tengah duduk di

halte sekolah.

.

Bis yang ditumpangi Kibum mulai memelankan

lajunya sebelum akhirnya berhenti di depan

halte. Namja manis itu mengucapkan

terimakasih pada ahjussie supir, beranjak

turun dari bis dan langsung menghampiri

sahabat baiknya yang hanya duduk menunggu

di halte.

.

“Kyuuuung!” teriaknya heboh. Tanpa malu, ia

memeluk erat tubuh mungil Kyungsoo. “Aku

merindukanmu!!” ujarnya.

Kyungsoo melepaskan pelukan mereka dan

berdecih pelan. Ia akui, sebenarnya ia juga

merindukan sahabatnya itu. Sebulan kemarin,

selama liburan, mereka sama sekali tidak

bertemu. Eomma dan Appa mengajaknya

berlibur ke rumah nenek di Jeju. Dan

Kyungsoo tidak mungkin melewatkan

kesempatan berlibur ke pulau indah itu. Ia

ingin mengajak Kibum, tapi pasti 

Eomma Kibum tidak akan melepaskan ‘bayi’nya begitu saja.

.

“Kau tertawa senang seperti itu. Apa kau

sudah melihat pengumuman pembagian

kelasnya? Aku yakin kau tak akan tertawa

begitu jika melihatnya!”

.

Kibum menatap sahabatnya itu dengan tatapan bingung. Namun tatapan itu langsung berubah menjadi tatapan tak percaya -dan juga tak rela- begitu ia mengetahui apa yang

dimaksudkan oleh sahabat baiknya itu. Di

depannya, di papan pengumuman sekolah,

namanya tertera di kelas 3E dan Kyungsoo di

kelas 3A. Bukan hanya itu. Yang membuatnya

terserang heart attack adalah nama lain yang

tertulis tepat di bawahnya. Dia…

.

“Aiiissshh! Ini menyebalkan! Mengapa aku

harus satu kelas dengannya!!!”

Suara protesan cempreng dan sarat akan

nada tak terima terdengar dari arah belakang

Kibum. Mungkin sekitar tiga meter dari

tempatnya berdiri. Kibum dan Kyungsoo sama-

sama membalik tubuh mereka dan menatap

ke arah asal suara. Seorang namja  manis terlihat berjalan ke arah Kibum

bersama dengan beberapa temannya. Tatapan

mereka bertemu. Tatapan yang jauh akan

kesan ramah.

.

“Yaaaa! Kucing kampung! Kau tahu, kan? Berada

satu kelas denganmu saja sudah membuat

hariku buruk. Jadi aku harap kau tidak akan

membuat hariku semakin buruk dengan

melakukan hal-hal bodoh! Dan jangan dekat-

dekat denganku!” tembak namja manis itu

tanpa sungkan. Kedua tangannya terlipat di

depan dada dengan angkuh.

.

“Tch!” Kibum berdecih keras, membalas gestur

yang ditunjukkan oleh namja di depannya itu.

“Kau pikir aku bahagia satu kelas denganmu?

Tenang saja, dibayar sekalipun, aku tidak

pernah ada niat untuk dekat-dekat denganmu,

 Lee Taemin!” tukasnya tak mau kalah. “Kajja,

Kyungsoo-ya!”

.

“Iiisshh! Yaaaaaaaaaak!!!”  Lee Taemin menatap sebal pada Kibum yang

dengan seenaknya berlalu setelah

mengucapkan kata-kata menyebalkan itu

padanya.

.

Namun Kibum sama sekali tak

mengacuhkannya. Ia malah melenggang

dengan santai bersama Kyungsoo menuju

kelas mereka masing-masing. Ini adalah hari

pertama ia kembali ke sekolah. Dan dia tidak

mau memulai hari pertamanya dengan kesan

yang buruk.

.

“Seharusnya kau lebih bisa menjaga emosimu

saat bertemu dengan Taemin, Kii!” tegur

Kyungsoo. Kibum memutuskan untuk

menghabiskan sisa beberapa menit sebelum

bel masuk berbunyi di kelas Kyungsoo. Dari

pada harus menghadapi tatapan tak suka dari

Taemin di kelas mereka.

.

“Kau sangat mengenal bagaimana Taemin,

kan?” imbuh namja bermata bulat itu lagi.

Kibum mendesah pelan mendengar itu.

Kyungsoo benar, dia mengenal Taemin.

Sangat mengenalnya. Bagaimana pun,

Taemin adalah sahabatnya. Dulu. Saat

mereka masih kecil, sampai dua tahun yang

lalu. Ia, Taemin, dan Kyungsoo. Mereka

adalah tiga sahabat yang tak terpisahkan.

Setidaknya sampai sebuah kejadian

menghancurkan itu semua dalam sekejap.

.

“Entahlah,” Kibum mengedikkan bahunya

pelan. “Aku rasa, sekarang aku tak

mengenalnya lagi, Kyungsoo-ya!” Namja

manis itu menempelkan kepalanya di atas

meja, menghadap Kyungsoo. “Dia… berbeda.”

Kyungsoo ikut meletakkan kepalanya di atas

meja. “Keadaan yang menuntutnya untuk

bersikap seperti itu, Kii. Nanti, dia juga akan

kembali menjadi Taemin kita yang dulu!”

.

Taemi  kita yang dulu.

.

Kalimat itu terdengar indah. Jujur saja,

setelah lebih dari setahun hubungan mereka

seperti ini, Kibum masih berharap suatu hari,

‘nanti’ yang dibicarakan Kyungsoo akan

datang. Tapi kapan? Apa masih mungkin?

.

.

.

~O.O~

.

.

 

Kibum memasuki kelas 3E dengan langkah

ringan setelah berpisah dengan Kyungsoo

yang berjalan menuju kelasnya sendiri.

Seminggu sudah ia duduk di ruangan yang

sama dengan Taemin. Ternyata tak seburuk

bayangannya. Tentu saja Taemin sering

mencari gara-gara dan mengusik kehidupan

tenangnya, tapi sejauh ini Kibum masih bisa

mengatasi semua itu dengan cukup baik.

.

Kelas Kibum terlihat ramai, seperti biasa.

Beberapa siswa terlihat sedang berbincang-

bincang. Beberapa yang lain -mereka yang

duduk di bangku paling depan- tengah

membolak-balik buku pelajaran sembari

menunggu guru. Ada juga yang bermain

lempar kertas dengan temannya. Dan ada lagi

yang sedang bermesra-mesraan di pojok

ruangan.

.

“Kibum!” Minseok, teman sebangku Kibum,

memanggilnya dengan penuh semangat. Dari

wajah sumringah namja chubby itu, sepertinya

ada berita bagus yang ingin diceritakannya.

Kibum tersenyum. Berjalan menuju bangkunya.

Dari ekor matanya, ia bisa melihat Taemin

dan geng-nya tengah bergosip ria. Sesekali

tersenyum dan tertawa cekikikan entah karena

apa. Kibum mengedikkan bahunya dan

menyimpan tasnya di atas meja.

.

“Mereka kenapa? Sepertinya bahagia sekali!”

tanya Kibum, menunjuk Taemin dan teman-

temannya dengan dagunya.

Minseok memperhatikan arah dagu Kibum,

kemudian tersenyum paham. “Itulah yang mau

aku ceritakan padamu!” ujarnya dengan mata

yang berbinar-binar.

.

“Memangnya ada apa?” Kibum memasang

ancang-ancang untuk menjadi pendengar yang

baik. Karena jika Minseok sudah memasang

ekspresi seperti itu, berita yang dibawanya

pasti bukan berita biasa.

“Kau pasti tidak tahu, kan? Sekolah kita akan

kedatangan guru-guru baru!” pekiknya.

Kening Kibun berkerut. Pandangannya datar

tertuju pada Minseok yang tersenyum lebar.

That’s it? Hanya itu? Lalu dimana letak WOW-

nya?

.

“Aku tahu apa yang kau pikirkan, Kibum! Tapi

itu belum semuanya.” Minseok menatapnya

sok misterius. “Para ‘guru’ yang aku maksud,

bukan mereka yang sebaya dengan Park atau

Jung Seonsaeng -nim. Mereka adalah para

mahasiswa yang tengah magang. Kau tahu

artinya, kan?”

Kibum menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Dia paham. Itu artinya, selama beberapa

minggu ke depan, mereka tidak akan

bertatapan dengan para guru yang galak dan

sok berkuasa itu melainkan dengan

mahasiswa-mahasiswa yang -mudah-

mudahan- tampan. Tapi tetap saja, Kibum

tidak menemukan apa yang begitu spesial dari

ini semua. Lagi pula…

.

“Hei, bukankah kelas tiga tidak boleh diisi oleh

guru magang?” tanya Kibum, mengingatkan

teman yang terlihat terlalu antusias.

Minseok melongo. Binar-binar di matanya

surut dan berubah suram.

“Tapi aku dengar Choi Seonsaeng-nim tidak

bisa mengajar semester ini, jadi salah satu

dari mahasiswa tampan itu akan mengajar di

kelas kita!” Kevin, tiba-tiba saja ikut nimbrung

dalam pembicaraan mereka. “Aku sempat

melihat ke ruang guru tadi saat mereka

datang. Dan believe me! Mereka tampan-

tampan. Bahkan salah satu dari mereka

terlihat begitu menonjol. Jauuuuh lebih

tampan dari yang lainnya. So perfect !!” ujarnya

menekankan. Ia terlihat menerawang dengan

kedua tangan di bawah dagu.

Binar-binar di mata Minseok kembali, dan ia

terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya.

.

“Aaaah~ Aku harap mahasiswa perfect yang

dibicarakan Kevin adalah yang akan

menggantikan Choi Seonsaeng -nim.” Lay,

teman sebangku Kevin yang juga ikut

bergabung, memasang muka penuh harap.

.

Kibum tertawa pelan melihat tingkah teman-

temannya. Ia membenarkan posisi duduknya

dan mengeluarkan beberapa buku ke atas

meja. Pelajaran pertama adalah pelajaran

matematika. Pelajaran yang seharusnya diisi

oleh Choi Seonsaeng -nim. Sebenarnya, Kibum

tidak terlalu ambil pusing dengan semua hal

tentang ‘mahasiswa magang’ dan ‘si perfect ’

yang dimaksudkan oleh Kevin. Kibum hanya

berharap, siapa pun dia, semoga orang itu bisa

membantunya meningkatkan kemampuan

matematika Kib yang begitu lemah.

Sisanya, ia tak perduli. Ia tak tertarik.

.

Well , setidaknya sampai seseorang masuk ke

dalam kelas 3E dan menyebabkan keheningan

seketika. Bahkan Minseok, Lay dan Kevin yang

sebelumnya masih mengoceh di samping

Kibum, terdiam. Choi Seonsaeng -nim berdiri di

depan kelas mereka dengan wajah sangarnya.

Mengintimidasi setiap pasang mata yang

berada di dalam kelas.

Tapi bukan itu yang menarik perhatian Kibum.

Bukan itu yang membuat Kibum menelan

mentah-mentah semua pikiran cueknya

barusan. Bukan itu. Melainkan seseorang yang

berdiri di samping Choi Seonsaeng-nim yang

kemudian dikenalkan sebagai pengganti

dirinya selama beberapa minggu ke depan.

.

Lee Jinki

.

Choi Seonsaeng-nim memperkenalkan guru

baru mereka dengan nama itu. Seorang namja

tampan, terlalu tampan, yang tengah menatap

seisi kelas. Sepertinya mencoba membaca

wajah-wajah calon muridnya, atau mungkin

sedang menyihir mereka semua lewat

tatapannya yang tajam dan menawan itu?

Mungkin pertanyaan itu terdengar begitu

berlebihan. Tapi ini lah yang terjadi pada kelas

3E sekarang. Karena saat ini, jika diperhatikan

baik-baik, hampir seisi kelas tengah menatap

takjub pada namja tampan itu. Taemin

terlihat sedikit membuka mulutnya, beberapa

teman satu gengnya juga melakukan hal yang

sama. Kevin terpekik pelan dan berkali-kali

menyebutkan kata ‘namja perfect’ sambil

menunjuk-nunjuk ke depan dengan samar. Dan

reaksi Minseok dan Lay tak jauh berbeda

dengannya. Semua terpaku. Beberapa

mungkin hanya tertarik karena dia adalah guru

baru. Dan beberapa yang lain, sebahagian

besar, terpaku karena wajah tampan guru baru

mereka.

Kibum, tak terkecuali.

Wajah tampan. Rahang tegas. Hidung

mancung. Bibir tebal. Mata tajam. Tinggi badan

proporsional. Dan kulit seputuh susu itu.

Semuanya begitu sempurna!

.

Kibum mengulum senyum samar. ‘Lee Jinki

Seonsaeng -nim! Sepertinya beberapa minggu

ke depan akan sangat menarik!’ pikirnya.

Pandangan matanya tak luput dari sosok

tampan di depan sana.

Ia tidak menyadari tatapan Taemin yang

sudah beralih dari guru baru mereka padanya.

Namja manis yang pernah menjadi sahabatnya

itu menatap Kibum dengan senyum miring di

wajahnya.

.

Drrrrt drrrrt

Kibu. meraih ponsel di saku saat benda itu

bergetar. Menandakan satu pesan masuk di

sana. Untungnya, karena ini pertemuan

pertama, mereka tidak langsung membahas

pelajaran. Para siswa dengan sebelah pihak

mengadakan sesi wawancara setelah Choi

Seonsaeng -nim undur diri, dengan alasan agar

mereka lebih saling mengenal.

Sepertinya, ada yang menaruh perhatian lebih

pada guru baru kita!!

.

Kibun terbelalak kaget mendapatkan pesan

singkat itu. Ia langsung beralih pada si

pengirim pesan. Pandangan mata mereka

bertemu. Taemin tersenyum remeh karena

ia tahu kalau tebakannya benar. Ia menaikkan

satu alisnya untuk mengejek Kibum sebelum

menatap guru baru mereka.

.

“ Seonsaeng-nim!” panggilnya sembari

mengangkat tangan kanannya. Semua mata di

kelas 3E tertuju pada Taemin. Menunggu

apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh

namja centil itu.

.

“Iya, Lee Taemin?” jawab Jinki.

Sebelumnya tadi, dia memang sempat

mengabsen para siswa dan meminta mereka

untuk memperkenalkan diri.

“Apa Seonsaeng-nim sudah memiliki seorang

kekasih?”

Seisi kelas dibuat gaduh oleh pertanyaan

Taemin. Beberapa siswa terlihat menatap

Jinki antusias. Tak terkecuali Kibum.

.

Jinki tersenyum tipis. Ia mencondongkan

badannya ke depan dan menopang tubuhnya

dengan kedua siku di atas meja guru.

“Bagaimana menurutmu?” alih-alih menjawab,

ia justru balik bertanya.

.

Taemi  tersenyum senang. Siswa lain pun

berorak heboh karenanya. Sepertinya Jinki

tengah menggoda Taemin. Namja manis

itu memasang wajah berfikir sejenak.

Membuat ekspresi wajah seimut mungkin

sebelum menjawab. “Aku rasa, seseorang

dengan wajah yang perfect seperti anda tidak

mungkin kalau belum mempunyai kekasih.”

Jinki tersenyum lagi. “Tapi pasti akan sangat

menyenangkan kalau anda memang masih

single ,” lanjutnya.

Jinki tertawa renyah mendengar pernyataan

frontal salah satu siswanya itu. Sepertinya,

beberapa minggu ke depan tidak akan

membosankan, pikirnya. Tak ada yang tahu,

bahwa sejak tadi, ekor matanya tak berhenti

melirik pada seseorang dengan rambut coklat

madu dan mata kucing di sebelah kanan sana. Seseorang yang

sejak tadi hanya terdiam tanpa berminat untuk

mengikuti kehebohan teman-temannya yang

lain.

.

.

.

~O.O~

.

.

.

“Aaaaah~ Rasanya aku ingin setiap hari

pelajaran matematika!” sebuah pernyataan

bernada keluhan bercampur dengan harapan

yang keluar dari bibir merah Lay diamini oleh

teman-temannya. Kibum tersenyum tipis.

Dalam hati juga ikut mengamini.

.

“Jinki Sunbae benar-benar sangat tampan!”

ujar Minseok. Ya, setelah hari pertama ia

mengajar di kelas 3E, Jinki memang

meminta para siswa untuk tidak

memanggilnya dengan sebutan ‘ Seonsaeng-

nim’. Karena usianya dan para siswa hanya

terpaut beberapa tahun saja, rasanya

panggilan ‘s unbae ’ lebih pantas. Anak-anak

juga tidak ada yang keberatan. Dengan begitu,

mereka bisa menjadi lebih dekat dan akrab.

.

Kibum memain-mainkan sedotan Bubble Tea-

nya. Biasanya, ia akan duduk nyaman di

taman belakang kampus dengan bekal yang

dibawa oleh Kyungsoo. Tapi hari ini, lagi-lagi

sahabat baiknya itu tidak bisa menemaninya.

Namja manis itu terkena sedikit musibah yang

mengharuskannya untuk beristirahat di rumah

selama beberapa hari. Jadi sekarang, Kibum

lebih sering menghabiskan waktu istirahat

siangnya di kantin bersama dengan teman-

teman kelasnya.

“Aku yakin sekali, seandainya saja Jinki

Sunbae mengajar di sekolah khusus putri, dia

pasti tidak akan bisa bernafas karena terus-

terusan ditempeli oleh para makhluk yang

suka memakai rok mini itu!” Kevin bergidik

ngeri. “Aku juga yakin, kalau Jinki Sunbae

juga pasti memiliki banyak penggemar yang

mengikutinya di kampus!” imbuhnya.

Minseok mengangguk setuju. “Dan dengan

wajah sempurna itu, aku tidak percaya jika Mr.

Perfect itu belum memiliki kekasih!”

.

Kibum ikut bergidik ngeri dalam hati.

Membayangkannya saja, ia sudah merasa

tidak rela. Ada yang meremas hatinya hanya

dengan membayangkan apa yang baru saja

diucapkan oleh Kevin. Jinki yang dikelilingi

oleh banyak wanita cantik nan centil.

Uuurrgghhh! Itu pasti pemandangan yang

sangat tidak menyenangkan. Dia tidak

menyukai itu.

.

“Tidak juga! Aku rasa, tidak semua manusia

tampan harus sudah memiliki kekasih, kan?”

sangkal Kevin. Kibum mengangguk setuju.

“Apalagi, sepertinya Jinki Sunbae menyukai

Taemin!” lanjut namja blasteran Amerika

itu, membuat Kibum membelalakkan matanya.

“Kau benar!” timpal Lay. “Jinki Sunbae sering

memperhatikan Taemin. Dia suka

menanggapi celoteh yang berisi godaan

Taemin saat di kelas. Dan aku rasa, dia juga

terlalu baik pada namja centil itu.

Perhatiannya pada Taemin agak sedikit

berbeda, menurutku!”

Hhhhhh. Ketiga namja itu menghela nafas

mereka bersamaan. Sepertinya memang tidak

ada harapan untuk bisa mendekati guru

tampan itu. Karena kalau harus bersaing

dengan Taemin, sepertinya akan susah.

.

“Kenapa kalian begitu yakin? Aku tidak

melihat ada hal seperti ‘itu’ antara mereka

berdua.” Tiba-tiba Kibu. yang sedari tadi

hanya diam, ikut berkomentar. Keningnya

mengernyit tak suka. Dan dari nada bicaranya,

namja cantik itu terdengar begitu tak terima

dengan apa yang baru saja diucapkan ketiga

temannya itu.

.

Kevin mengerutkan hidungnya. “Mengapa kau

bereaksi seperti itu, Kibum? Aku kan hanya

berkata ‘sepertinya’! Lagi pula, semua orang

membicarakannya kok. Mereka bilang, Mr.

Perfect itu menaruh perhatian khusus pada

Taemin.” cibir Kevin. Namun sejurus

kemudian, ia memberikan sebuah seringaian

manis pada Kibum dan menatap teman

cantiknya itu penuh selidik. “Apa… kau

menyukai Jinki Sunbae ?” tembaknya.

.

Refleks, Lay dan Minseok juga ikut

memfokuskan perhatian mereka pada Kibum.

Seperti seekor kucing yang sedang terperangkap

di tengah-tengah tiga kawanan singa, Kibum

terkesiap. Mata ‘rusa’nya membola semakin

lebar. Pipinya merona merah parah. Mulutnya

terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu,

pengelakan mungkin, tapi kembali tertutup.

Namja manis itu memalingkan wajahnya.

Menatap ke sembarang arah selain ketiga

pasang mata temannya.

“M-mwoya!” Kibum terbata. “T-tentu saja

tidak! Aku sudah menyukai orang lain!”

sangkalnya. Menolak untuk mengakui

kenyataan yang sudah nyata terlihat.

Ketiga teman sekelasnya itu menatapnya

semakin penasaran. “Benarkah? Seperti apa

orang yang kau suka, Kibum?” tanya Lay.

.

“Errrrm,” Kibum berfikir keras. Tapi ia tidak

mungkin menyebutkan ciri-ciri orang yang

disukainya. “A-aku akan kembali ke kelas dulu.

Aku ingat kalau aku belum mengerjakan tugas

bahasa inggris!” Dengan sigap, Kibum berdiri

dan segera beranjak dari sana. Tak ada

pilihan lain, dia harus segera melepaskan diri

dari tiga tatapan yang -saat itu terlihat begitu-

menyeramkan baginya. Meninggalkan ketiga

temannya yang langsung tertawa jahil melepas

kepergiannya.

.

“Aigooooo! Apa mungkin sejarah akan

terulang lagi?” komentar Minseok.

Kevin mengangguk-anggukkan kepala.

“Sepertinya begitu!” timpalnya. “Dan entah

mengapa aku merasa kalau kali ini pun, Kibum

lah yang akan menang.”

Minseok dan Lay menatap bingung pada

teman mereka itu. “Mengapa begitu?

Bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau

Jinki Sunbae menyukai Taemin?” tanya

Lay.

Kevin mengangguk lagi. “Aku memang berkata

begitu tadi, untuk menggoda Kibum!”

jawabnya enteng. “Kalian mungkin tidak

melihatnya karena terlalu sibuk mengagumi

ketampanan Mr. Perfect itu. Tapi aku melihat

semuanya!” Namja manis itu tersenyum dan

memajukan wajahnya agar lebih dekat dengan

kedua temannya, kemudian mengucapkan

sebuah kalimat dengan suara yang pelan.

Seolah tidak ingin ada yang mendengarnya.

“Jinki Sunbae itu, sering tersenyum sambil

memperhatikan Kibum dengan ekor matanya!”

.

.

.

.

Kibum berjalan malas menyusuri koridor

sekolah. Moodnya buruk. Kata-kata Kevin,

Minseok, dan Lay masih terngiang di

telinganya. Jinki menyukai Taemin? Tch!

Yang benar saja! Ia terus menggerutu di dalam

hati. Namja yang dikaruniai wajah cantik itu

terlalu sibuk bermain-main di dalam

pikirannya, sampai-sampai dia tidak

menyadari bahaya yang mendekat.

.

“Oi! Kucing kampung!” sapa Taemin tanpa

berusaha untuk terlihat ramah. Kibum berhenti

berjalan. Menatap malas pada Taemin yang

kini berdiri tepat di depannya.

.

“Apa kucing kampung ini sedang memikirkan

seseorang? Kenapa berjalan dengan kening

berkerut seperti itu?” ejeknya. “Aaaaah~

Ataaaau, kucing kampung sedang memikirkan Mr.

Perfect yang sangat sulit dijangkau? Yaaaah,

mau bagaimana lagi. Hubungan guru dan

murid itu kan dilarang!” ujarnya dengan nada

prihatin. Tapi Kibu. sangat tahu, kalau nada

itu jauh dari kata prihatin.

.

Kibum menghela nafasnya dalam-dalam dan

mencoba untuk tersenyum sebisa mungkin.

“Aku tidak ada urusan denganmu, Tae.

Kenapa kau terus menggangguku? Bukankah

kau sendiri yang berkata kalau sebaiknya kita

tidak perlu dekat-dekat?” tukasnya. Tanpa

menunggu respon dari mantan sahabatnya itu,

ia bergerak untuk kembali melanjutkan

jalannya.

Grepp

Namun Taemin dengan sigap menahan

pergelangan tangan Kibum. “Tapi aku ada

urusan denganmu, Kibum!” ujarnya santai.

“Kau mungkin lupa dengan apa yang terjadi,

tapi aku sama sekali tidak! Dan aku akan

membuatmu membayar semuanya!”

.

Kibum melepaskan diri dari genggaman

Taemin. “Demi Tuhan,  Lee Taemin! Itu

adalah masa lalu. Mengapa kau masih terus

mengingatnya? Kau tahu kalau aku sama

sekali tidak bermaksud melakukan itu, kan?”

Taemi  berdecih cukup keras dan

membuang mukanya, kemudian kembali

menatap Kibum. “Tapi kau melakukannya,

Kibum. That’s the point ! Dan aku akan

membuatmu merasakan hal yang sama!”

ujarnya.

Terpaku di tempatnya, Kibum hanya bisa

menatap punggung Taemin dengan tatapan

sedih. Yang terjadi di masa lalu, Kibum benar-

benar tidak tahu akan berakhir seperti itu. Dia

bukanlah seorang peramal, jadi bagaimana dia

bisa tahu kalau Jonghyu. yang begitu disukai dan

disanjung-sanjung oleh sahabat terdekatnya

itu justru menyukainya? Bagaimana ia bisa

tahu kalau namja dino itu akan

menembaknya di depan seluruh siswa? Dan

bagaimana dia bisa tahu kalau penolakannya

akan memberi dampak besar pada Jonghyun yang

langsung pindah dari sekolah mereka sehari

setelah ia menolaknya?

.

Kibum mendesah pelan mengingat kejadian

tak menyenangkan itu. Taemin adalah

sahabat dekatnya, dan seharusnya dia tahu

kalau Kibum sama sekali tidak tahu apa-apa

tentang perasaan Jonghyun padanya. Taemin

selalu berkata kalau ia sangat menyukai Jonghyun,

jadi mana mungkin Kibum berani menyukai

namja tampan itu. Tapi sepertinya cinta

membuat Taemin lupa segalanya dan malah

merasa kalau Kibum telah mengkhianatinya.

.

Pukk

.

“Awww!” Kibum merintih pelan merasakan

sesuatu yang dipukulkan ke kepalanya. Ia

mendongak, bersiap untuk memarahi si

pelaku, namun malah berakhir dengan

kediaman dan mulut yang sedikit terbuka.

“Kalau kau terus berjalan seperti itu, bukan

hanya buku ini yang akan mengenai kepalamu,

Kibum! Tapi juga pintu itu!” Jinki tersenyum

sembari menunjuk pintu kelas yang hanya

berjarak beberapa senti saja dari kepalanya.

“Se… Sunbae -nim!” ujar Kibum sedikit kaku. Ini

pertama kalinya mereka bertegur sapa

semenjak Jinki mengajar di sini. Pipinya

menghangat. Antara malu karena ketahuan

melamun saat berjalan, dan juga berbunga-

bunga karena Jinki menyapanya. Dan jantung

Kibu. terus memompa dengan cepat, lebih

cepat, dan semakin cepat.

Keduanya berdiri dalam diam untuk beberapa

saat. Kibum dengan kepala yang menunduk

malu. Dan Jinki dengan tatapan yang tak

pernah lepas dari wajah manis muridnya itu.

Tanpa aba-aba, tangan kanan Jinki terangkat

dengan sendirinya. Tergoda untuk mengusap

lembut pipi Kibum yang tengah merona merah.

Namun beberapa siswa datang dan

menyapanya. Membuat tangan itu justru

berbelok arah dan menyentil pelan dahi mulus

Kibum.

.

“Aku tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan,

Kibu.! Tapi aku harap, itu ada hubungannya

dengan ulangan yang akan aku berikan di akhir

pelajaran nanti!”

Namja mungil itu terkesiap. Ia mendongak

dengan cepat. Menatap namja yang lebih

tinggi darinya itu dengan tatapan ‘benarkah?’.

Dan Jinki hanya tersenyum sembari

mengedikkan bahunya sebagai balasan,

sebelum kemudian meninggalkan Kibum yang

masih dalam keadaan shock di sana.

‘Ya Tuhan! Bagaimana ini? Aku sama sekali

tidak ingat dengan ulangan hari ini, dan aku

belum belajar!!!’

.

.

.

~O.O~

.

.

.

Kibm duduk gelisah di bangkunya. Ia

menggigit kuku jemarinya dengan pandangan

yang jatuh di pangkuannya. Sesekali, namja

cantik itu mengalihkan pandangannya pada

Jinki yang tengah membagikan kertas hasil

ulangan dua hari yang lalu dengan ekor mata

dan kembali menatap ke bawah. Namja manis

itu merasa tak tenang. Apalagi saat melihat

wajah teman-temannya yang terlihat senang.

Minseok bahkan dengan bangga memamerkan

nilai 80 yang ia dapatkan padanya. Dan Kevin

juga tersenyum lebar dengan angka 85 yang

tertulis cantik di kertas ulangannya.

“Kibum!”

Glekk

Suara tegas milik guru matematika di kelas 3E

itu membuat Kibum menelan ludahnya pahit. Ia

menggigit bibir bawahnya karena gugup saat

berjalan ke depan untuk mengambil hasil

ulangan miliknya. Sebenarnya dia tidak terlalu

ambil pusing jika nilai matematikanya hancur.

Toh selama ini juga seperti itu. Bagaimana

pun ia mencoba, pelajaran dengan angka dan

rumus di mana-mana itu sepertinya memang

tak cocok dengan Kibum. Tapi kali ini, ada

perasaan tidak menyenangkan yang

melingkupi perasaan Kibum saat melihat

tatapan yang diberikan Jinki padanya.

Tidak, tidak! Jinki tidak memberikan tatapan

marah pada Kibum. Namja yang dijuluki Mr.

Perfect oleh para siswa itu menatapnya

dengan tatapan… kecewa? Apa Jinki kecewa

padanya?

Kibum kembali meneguk ludahnya saat

menerima kertas dari tangan Jinki. Dia ingin

menarik kertas itu dan segera kembali ke

bangku. Tapi Jinki menahan ujung kertas.

Memaksa Kibum untuk menatap gurunya itu

dengan penuh tanya.

“Aku tidak tahu apa saja yang kau lakukan

selama beberapa minggu ini di kelasku, Kibum.

Tapi ini, aku benar-benar kecewa padamu!”

Jinki mengucapkan kalimat itu dengan suara

yang begitu pelan, seolah tidak ingin siswa

yang lain mendengarnya. Tapi di telinga

Kibum, suara Jinki terdengar begitu jelas.

Begitu tegas, dan sarat akan kekecewaan.

Dan itu membuat perasaannya kacau. Dada

Kibum menyempit. Rasanya, ia seperti ingin

menangis saja.

.

Saat Kibum berjalan kembali ke bangkunya, ia

berpapasan dengan Taemin yang

menatapnya dengan sebuah senyum

mengejek. Tapi dia tidak membalasnya.

Terlalu sedih dengan kalimat sang guru muda

tadi. Teman sebangkunya, Minseok, menatap

Kibum prihatin. Seolah ia tahu bagaimana hasil

ujiannya. Kibum tersenyum tipis, mengatakan

kalau dia baik-baik saja dan kembali duduk.

.

“Seperti biasa, Lee Taemin! Nilai

sempurna!”

.

Mata indah Kibum, tanpa ada yang memberi

perintah, tertuju pada Jinki yang tengah

tersenyum bangga pada Taemin. Dia tidak

suka dengan pemandangan di depan kelas.

Benar-benar tidak suka. Hatinya terasa sakit.

Dan sepertinya, air matanya mendesak untuk

keluar kalau saja ia tidak untuk menahannya.

Tapi Kibum bukanlah seorang namja yang

cengeng. Jadi, dia tidak akan menangis.

Apalagi hanya karena masalah seperti ini.

Usai mengembalikan semua hasil ulangan

para siswa, Jinki tidak melanjutkan pelajaran

mereka. Namja tampan itu malah

mengadakan sesi tanya jawab untuk

mengevaluasi apa saja yang telah mereka

pelajari selama beberapa minggu terakhir.

Jinki juga mengumumkan kalau minggu

depan, dia akan mengadakan quiz sebagai

evaluasi akhir selama ia mengajar.

.

Hhhhh. Kibum menopang dagunya di atas

meja. Memperhatikan Jinki yang sedang

tersenyum di depan dan bercanda dengan

para siswa, ia jadi sedikit lupa dengan

kesedihannya barusan. Diam-diam, ia

mengambil ponsel di sakunya dan mulai

mengambil beberapa gambar guru tampan itu.

Dia sendiri ikut tersenyum melihat hasil

jepretan -nya. Dan lagi, ia sama sekali tak

sadar tatapan Taemin yang sedari tadi

memperhatikannya.

.

“ Sunbae -nim, boleh aku bertanya sesuatu?”

Mau tak mau, suara itu menarik Kibum dari

dunia dan aktifitas ‘diam-diam’nya. 

Lee Taemin memang selalu berhasil melakukan

hal itu. Membuat Kibum penasaran akan apa

yang akan ia lakukan dan beralih menatapnya.

Apalagi, jika mengingat ucapan namja manis

itu tempo hari. Dia, tidak mungkin

menanyakan hal-hal yang aneh, kan? Karena

jika itu Taemin, percayalah apapun

bisa terjadi.

.

Lihat saja, Taemin bahkan berhasil

membuat seisi kelas yang tadinya gaduh dan

asik bercanda jadi senyap menatapnya.

Menunggu dengan antusias entah apa yang

akan ditanyakan olehnya.

.

“Tempo hari, saat aku mengajukan pertanyaan

tentang ‘kekasih’, Sunbae tidak memberikan

jawaban yang jelas dan hanya tersenyum, jadi

kali ini Sunbae harus menjawabnya dengan

jujur!” Taemin memulai pertanyaannya.

Jinki melipat tangannya di depan dada, dan

Kibum menatap mantan sahabatnya khawatir.

“Kau, menyukai seseorang yang bagaimana,

Sunbae ? Kau tahu maksudku, kan? Tipe

idealmu, orang yang seperti apa?”

Setelah kalimat pertanyaan itu terlontar dari

bibir manis Taemin, seluruh perhatian tertuju

pada orang yang ditanyai, guru mereka yang

sangat tampan. Jinki tersenyum, ia terlihat

sedikit menggeleng-gelengkan kepalanya

mendengar pertanyaan Taemin. Masih

dengan senyum di wajahnya, ia berjalan

mengitari meja guru kemudian berdiri di

depannya dengan sedikit bersandar.

.

“Aku,” Jinki kembali menyilangkan tangan di

dadanya. “Aku menyukai seseorang dengan

mata yang indah dan senyum yang menawan!”

Kibum tersenyum diam-diam di bangkunya.

Jinki mengangkat satu tangan dan mengusa-

usap dagunya. Seolah sedang berfikir keras

untuk apa yang akan ia ucapkan selanjutnya.

“Aku rasa, sedikit manja tidak masalah. Aku

suka jika bisa memanjakannya,” lanjut Jinki

lagi.

Dan senyum Kibum semakin mengembang.

“Dan tentu saja,” Kali ini, Jinki sedikit

mendudukkan pantatnya di atas meja, agar

lebih nyaman. Ia melemparkan pandangannya

pada satu per satu murid kelas 3E, sebelum

kemudian berhenti pada Kibum yang juga

menatapnya. “Aku akan lebih menyukainya jika

ia pintar!”

Mendengar itu, senyum manis yang sempat

mampir di wajah cantik Kibum lenyap seketika.

Tergantikan oleh kerutan di kening dan sebuah

pout imut di bibirnya. Untung saja, siswa lain

sibuk bersorak sambil menggoda Taemin

begitu mendengar kata ‘pintar’ dari bibir

Jinki, jadi tidak ada yang melihat perubahan

ekspresi pada raut wajah Kibum..

Tidak satu pun, kecuali si penyebab itu sendiri.

Lee Jinki. Yang tengah menatapnya penuh

arti.

.

Detik selanjutnya, bel tanda pelajaran usai

berbunyi dengan begitu nyaring. Jinki

mengucapkan salam dan sekali lagi

mengingatkan para siswa mengenai kuis yang

akan datang sebelum keluar meninggalkan

kelas. Para siswa mulai menggerutu begitu

guru tampan itu tak lagi terlihat. Beberapa ada

yang menghampiri dan mulai menggoda

Taemin yang sepertinya memang ‘sedikit’

mendapat perhatian lebih dari guru idaman

mereka.

.

Kibum bersikap tak acuh. Ia membereskan

semua peralatan sekolahnya dengan cepat,

ingin segera berlalu dari kelas yang tiba-tiba

terasa tak begitu menyenangkan dan bergelut

dengan kasur di rumah. Namun tentu saja,

Taemin yang baik hati tidak akan

mengijinkannya. Dengan langkah sombong, ia

bergerak meninggalkan teman-temannya, yang

masih bergosip sambil merapikan barang-

barang mereka, dan menghampiri Kibum.

.

“Sekarang apa?” tanya Kibum malas.

.

Taemin tertawa pelan, terlihat sekali kalau

dia merasa begitu senang melihat wajah jutek

Kibum. “Kau dengar kan, Kibum? Jinki

Sunbae menyukai seseorang yang pintar!

Sepertinya akan sedikit sulit untukmu!” ujarnya

mengejek.

Kibum berdecak sebal. “Kalau kau tidak

menangkap ucapannya dengan baik, aku akan

mengulanginya untukmu, Tae. Jinki Sunbae

tidak mengutamakan kepintaran. Itu hanya

poin plus saja!!” tukasnya tak mau kalah. Dan

tanpa menunggu respon dari Taemin, ia

berjalan tergesa meninggalkan kelasnya.

Dengan perasaan dongkol. Hilang sudah rasa

sedih dan bersalah yang sempat ia rasakan

karena telah mengecewakan Jinki. Sekarang,

yang ia rasakan hanyalah kekeksalan.

.

‘Aiiisshh! Mengapa juga dia harus

mengucapkan kalimat seperti itu!!’ batin Kibum kesal.

.

.

.

.

tbc